Pengikut

Senin, 20 Februari 2017

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA DALAM PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA

MAKALAH
PENDIDIKAN PANCASILA DALAM PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila yang di ampu oleh :
Drs. I Nyoman Murda, M.Pd
Oleh : Kelompok 1 ( I-A)
Kadek Dwi Intan Agustini                                                     1611031009
Ni Putu Sawitri Ekayani                                                         1611031012



JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA

2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Pendidikan Pancasila dalam Pendidikan Nasional Indonesia” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Drs. I Nyoman Murda, M.Pd selaku Dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
       Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai pendidikan Pancasila yang memiliki pengaruh besar terhadap pendidikan Nasional di Indonesia
. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
       Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.


Singaraja, 15 September 2016





Penyusun



DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………...i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………....ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………..…iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ………………..……………………………………………...1
1.2  Rumusan Masalah …………………………………………………………....4
1.3  Tujuan Penulisan ………………….……………………………….…………4
1.4  Manfaat Penulisan …………………..…………………………………..……4
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Pendidikan Pancasila……………..………………………………5
2.2  Hakekat Pendidikan Pancasila ………………………..………….…………..5
2.3  Landasan Pendidikan Pancasila …………………………….…….………….6
2.4  Tujuan Pendidikan Pancasila  ……………………………...………………...9
2.5 Perkembangan Pendidikan Pancasila Di Indonesia………………….………10
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan  ……………………………………………….....……………..15
3.2  Saran ………………………………………………................……….…….15
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..16
 BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia, sejak era sebelum penjajahan,  era kemerdekaan hingga era reformasi sekarang ini, telah menimbulkan  kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan zamannya. Kondisi  tuntutan itu ditanggapi oleh bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan  nilai-nilai perjuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang.  Kesamaan nilai-nilai ini dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan. Semua itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses  terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam wadah nusantara. 
Semangat perjuangan bangsa yang tidak kenal menyerah telah terbukti pada  perang Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Semangat perjuangan bangsa tersebut  dilandasi oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa dan  keikhlasan untuk berkorban. Landasan perjuangan ini menjadi nilai-nilai  perjuangan bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut menjelma berupa semangat  yang menjadi kekuatan mental spiritual yang dapat melahirkan sikap dan  perilaku heroik dan patriotik serta menumbuhkan kekuatan, kesanggupan, dan  kemauan yang luar biasa. Semangat perjuangan bangsa inilah yang harus  dimiliki oleh setiap warga negara dalam segala zaman, situasi dan kondisi.  Karena nilai-nilai perjuangan bangsa itu selalu relevan dan handal serta efektif  sebagai landasan memecahkan setiap permasalahan dalam bermasyarakat,  berbangsa dan bernegara. 
Nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia dalam perjuangan fisik merebut,  mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan telah mengalami pasang  surut sesuai dengan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan  bernegara. Semangat perjuangan bangsa telah mengalami penurunan  pada titik yang kritis. Hal ini disebabkan antara lain pengaruh globalisasi. Era globalisasi ditandai oleh kuatnya pengaruh lembaga-lembaga  kemasyarakatan internasional dan negara-negara maju yang ikut mengatur  percaturan perpolitikan, perekonomian, sosial budaya serta pertahanan,  dan keamanan global. Kondisi ini akan menumbuhkan berbagai konflik  kepentingan, baik antara negara maju dan negara berkembang, antara  negara berkembang dan lembaga internasional, maupun antara negara  berkembang. Di samping itu, isu global yang meliputi demokratisasi, HAM,  dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi keadaan nasional.  Globalisasi juga ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan  teknologi, khususnya di bidang informasi, komunikasi, dan transportasi. Hal  ini membuat dunia menjadi transparan seolah-olah menjadi sebuah kampung  tanpa mengenal batas negara. Kondisi ini menciptakan struktur baru, yaitu  struktur global. Kondisi ini akan mempengaruhi struktur dalam kehidupan  bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta akan mempengaruhi pola  pikir, pola sikap, pola tindakan masyarakat Indonesia.
Pada akhirnya, kondisi  tersebut akan mempengaruhi kondisi mental spiritual bangsa Indonesia.  Dengan demikian, globalisasi melahirkan suatu perubahan struktur dan tatanan  kehidupan baru di dunia ini. Perubahan itu terasa begitu cepat, sehingga tatanan  yang ada di dunia ini berubah. Di sisi lain, tatanan yang baru belum terbentuk.  Juga akibatnya, sendi-sendi kehidupan yang selama ini di yakini kebenarannya  menjadi usang. Masyarakat dan pemerintah suatu negara berupaya untuk  menjamin kelangsungan hidup serta kehidupan generasi penerusnya secara  berguna (berkaitan dengan kemampuan spiritual) dan bermakna (berkaitan  dengan kemampuan kognitif dan psikomotorik).
Generasi penerus tersebut  diharapkan akan mampu mengantisipasi hari-hari depan mereka yang selalu  berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara,  dan hubungan internasional.  Pemerintah perlu membuat tindakan yang signifikan agar tidak menuju suatu  kondisi yang lebih memprihatinkan. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan  pemerintah dalam menjaga nilai-nilai panutan hidup dalam berbangsa dan  bernegara secara lebih efektif yaitu melalui bidang pendidikan. Adapun upaya  di bidang pendidikan yaitu dengan mengadakan  perubahan-perubahan di bidang kurikulum, yang diharapkan mampu  menjawab problem transformasi nilai-nilai tersebut.
Sejarah indonesia juga menunjukan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan yang layak dan lebih baik, untuk mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
 Melestarikan kesaktian Pancasila itu, perlu usaha secara nyata dan penghayatan dan pengamamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah. 
  Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Sejarah indonesia menunjukan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan yang layak dan lebih baik, untuk mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Melestarikan kesaktian Pancasila itu, perlu usaha secara nyata dan penghayatan dan pengamamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah pada zaman era globalisasi ini. Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.



1.2 Rumusan Masalah
  1. Apa itu pendidikan Pancasila ?
  2. Bagaimana hakekat pendidikan Pancasila ?
  3. Apa saja landasan pendidikan Pancasila ?
  4. Apakah tujuan pendidikan Pancasila ?
  5. Bagaimana perkembangan pendidikan Pancasila di Indonesia ?
1.3 Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui arti pendidikan Pancasila.
  2. Untuk memperjelas hakekat pendidikan Pancasila.
  3. Mengetahui landasan pendidikan Pancasila.
  4. Untuk memperjelas dan mengetahui tujuan pendidikan Pancasila.
  5. Untuk mengidentifikasi perkembangan pendidikan Pancasila di Indonesia.
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya berupa Pendidikan Pancasila mengenai pendidikan Pancasila dalam pendidikan nasional Indonesia. Semoga makalah ini dapat digunakan sebagai referensi bagi pihak yang ingin mempelajari hal yang berkaitan dengan Pendidikan Pancasila khususnya yang akan terjun menjadi guru sekolah dasar.






BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Pendidikan Pancasila
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Sedangkan Pancasila Secara etimologi istilah Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki arti Panca artinya lima Syila artinya batu sendi, alas/dasar Syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 and tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun. II No. 7 tanggal 15 Februari 1946 bersama-sama dengan Batang Tubuh UUD 1945.
Jadi pendidikan pancasila sendiri merupakan sekumpulan materi didikan dan pengenalan akan pancasila sebagai dasar negara, dan untuk menanamkan ideologi pancasila itu sendiri kepada anak didik atau Pendidikan pancasila yaitu pendidikan nilai-nilai yang bertujuan membentuk sikap dan perilaku positip manusia/mahasiswa sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
2.2 Hakekat Pendidikan Pancasila
Menurut Hamid Darmadi (2013), menyatakan bahwa Hakekat pendidikan Pancasila adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Sehingga dengan mencerdaskan kehidupan bangsa, memberi ilmu tentang tata Negara, menumbuhkan kepercayaan terhadap jati diri bangsa serta moral bangsa, maka takkan sulit untuk menjaga kelangsungan kehidupan dan kejayaan Indonesia.
Menurut UU sisdiknas No.20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencanna untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya ,masyarakat, bangsa dan Negara. Serta menurut Carter v.Good(1997) bahwa pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai dengan membentuk kemampuan individu mengembangkan dirinya, serta kemampuan-kemampuan itu berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, maupun sebagai warga negara dan warga masyarakat.
Hakekat Pendidikan Pancasila di Indonesia adalah sebagai program pendidikan yang  berdasarkan nilai-nilai pancasila untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari hari. Pelajaran yang dalam pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosial, budaya, bahasa, usia, dan suku bangsa memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter seperti yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945.
2.3 Landasan Pendidikan Pancasila
  Landasan didalam pendidikan pancasila terdiri dari beberapa landasan, diantaranya yaitu sebagai berikut  :
  1. Landasan Historis
Suatu bangsa memiliki ideologi dan pandangan hidup sendiri yang diambil dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam bangsa itu sendiri. Bangsa Indonesia harus memiliki visi serta pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing di tengah-tengah masyarakat internasional. Bangsa Indonesia harus memiliki nasionalisme serta rasa kebangsaan yang kuat. Hal ini dapat terlaksana bukan melalui suatu kekuasaan atau hegemoni ideologi melainkan suatu kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.  Oleh karena itu secara historis bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar Negara Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu  nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu berdasarkan fakta obyektif secara historic kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai Pancasila. Setelah itu melalui proses sejarah yang cukup panjang, nilai-nilai Pancasila itu telah melalui pematangan, sehingga tokoh-tokoh bangsa Indonesia saat akan mendirikan Negara Republik Indonesia menjadikan Pancasila sebagai dasar Negara. Dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia telah terjadi perubahan dan pergantian Undang-Undang Dasar, seperti UUD’45 digantikan kedudukannya oleh Konstitusi RIS, kemudian berubah menjadi UUD Sementara tahun 1950 dan kembali lagi menjadi UUD 1945. Dalam pembukaan ketiga Undang-Undang Dasar itu tetap tercantum nilai-nilai Pancasila. Hal ini menunjukkan bahwa Pancasila telah disepakati sebagai nilai yang dianggap paling tinggi keberadaannya. Oleh sebab itu secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dilepaskan dengan nilai-nilai Pancasila.
2. Landasan Kultural
Setiap bangsa di dunia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara senantiasa memiliki suatu pandangan hidup, filsafat hidup serta pegangan hidup agar tidak terombang-ambing dalam kancah pergaulan masyarakat internasional. Pandangan hidup bagi suatu bangsa adalah bangsa yang tidak memiliki kepribadian dan jati diri, sehingga bangsa itu mudah terombang-ambing dari pergaulan, dari pengaruh yang berkembang di luar.
Kemudian Pancasila sebagai kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia merupakan pencerminan nilai-nilai yang telah lama tumbuh dalam kehidupan bangsa Indonesia. Sebagai hasil pemikiran dari tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang digali dari budaya bangsa sendiri, Pancasila tidak mengandung nilai-nilai yang kaku dan tertutup. Pancasila mengandung nilai-nilai yang terbuka bagi masuknya nilai-nilai baru yang positif. Dengan demikian generasi penerus bangsa dapat memperkaya nilai-nilai pancasila dengan perkembangan zaman. Sehingga dari pemikiran tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Pancasila memiliki landasan cultural yang kuat bagi bangsa Indonesia.
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis perkuliahan Pendidikan Pancasila di pendidikan tinggi tertuang dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 39 telah menetapkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan, wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Demikian juga berdasarkan SK Menteri Pendidikan Nasional RI No.232/U/2000, tentang Pedoman Penyusun Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, pasal 10 ayat (1) dijelaskan bahwa kelompok Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi, yang terdiri atas Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Sebagai realisasi dari SK tersebut Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi, mengeluarkan Surat Keputusan No.38/DIKTI/Kep?2002, tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. Pada pasal 3 dijelaskan bahwa kompetensi kelompok mata kuliah MPK bertujuan menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual. Adapun rambu-rambu mata kuliah MPK Pancasila tersebut adalah terdiri atas selain segi historis, filosofis, ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan bernegara juga dikembangkan etika politik. Pengembangan rambu-rambu kurikulum tersebur diharapkan agar mahasiswa mampu mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya, mengenali masalah hidup terutama kehidupan rakyat, mengenali perubahan serta mampu memaknai peristiwa sejarah, nilai-nilai budaya demi persatuan bangsa.
  1. Landasan Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan filosofis bangsa Indonesia merupakan suatu keharusan moral secara konsisten merealisasikannya dalam setiap aspek kehidupan dengan mendasarkan pada nilai-nilai dalam sila-sila pancasila. Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara sebagai bangsa yang berketuhanan dan berperikemanusiaan secara objektif, manusia Indonesia adalah berketuhanan, berperikemanusiaan yang adil dan beradab serta berusaha mempertahankan persatuan untuk mewujudkan keadilan.
Nilai-nilai pancasila merupakan dasar filsafat negara, maka konsekuensinya, setiap aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai pancasila termasuk sistem peraturan perundang-undangan. Pancasila sebagai falsafah negara, menjadi nilai pembangunan nasional yang berkaitan dengan politik, ekonomi, hukum, sosial dan budaya serta memprtahankan keamanan.
2.4 Tujuan Pendidikan Pancasila
Pendidikan pancasila yang mengajarkan masyarakat tentang pancasila sangat lah besar manfaatnya karena pancasila memiliki beberapa tujuan. Adapun tujuan dari pendidikan pendidikan pancasila itu sendiri menurut Kep. Dirjen Dikti No. 267/Dikti/2000, adalah mencakup :
Ø  Tujuan Umum
Untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warga negara dengan negara serta PPBN agar menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara.
Ø  Tujuan Khusus
  1. Agar siswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur, dan demokratis serta ikhlas sebagawai WNI terdidik dan bertanggungjawab.
  2. Agar siswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional
  3. Agar siswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa.
Adapun tujuan dalam mempelajari pendidikan pancasila adalah untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki sikap dan perilaku sebagai berikut :
  1. Agar beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME.
  2. Berprikemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Mendukung persatuan bangsa.
  4. Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan individu/golongan.
  5. Mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan sosial dalam masyarakat.
  6. Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggungjawab sesuai dengan hati  nuraninya.
  7. Memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya.
  8. Mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Pendidikan diselenggarakan berdasarkan filsafat hidup serta berlandaskan sosiokultural setiap masyarakat, termasuk di Indonesia. Kajian ketiga landasan itu (filsafat, sosiologis dan kultural) akan membekali setiap tenaga kependidikan dengan wawasan dan pengetahuan yang tepat tentang bidang tugasnya
2.5 Perkembangan Pendidikan Pancasila di Indonesia
Sebagai mata pelajaran di sekolah, Pendidikan Kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang fluktuatif, baik dalam kemasan maupun substansinya. Hal tersebut dapat dilihat dalam substansi kurikulum PKn yang sering berubah dan tentu saja disesuaikan dengan kepentingan negara. Secara historis, epistemologis dan pedagogis, pendidikan kewarganegaraan berkedudukan sebagai program kurikuler dimulai dengan diintroduksikannya mata pelajaran Civics dalam kurikulum SMA tahun 1962 yang berisikan materi tentang pemerintahan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Dept. P&K: 1962). Pada saat itu, mata pelajaran Civics atau kewarganegaraan, pada dasarnya berisikan pengalaman belajar yang digali dan dipilih dari disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi, dan politik, pidato-pidato presiden, deklarasi hak asasi manusia, dan pengetahuan tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa (Somantri, 1969:7). Istilah Civics tersebut secara formal tidak dijumpai dalam Kurikulum tahun 1957 maupun dalam Kurikulum tahun 1946. Namun secara materiil dalam Kurikulum SMP dan SMA tahun 1957 terdapat mata pelajaran tata negara dan tata hukum, dan dalam kurikulum 1946 terdapat mata pelajaran pengetahuan umum yang di dalamnya memasukkan pengetahuan mengenai pemerintahan.
Kemudian dalam kurikulum tahun 1968 dan 1969 istilah civics dan Pendidikan Kewargaan Negara digunakan secara bertukar-pakai (interchangeably). Misalnya dalam Kurikulum SD 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang dipakai sebagai nama mata pelajaran, yang di dalamnya tercakup sejarah Indonesia, geografi Indonesia, dan civics (d iterjemahkan sebagai pengetahuan kewargaan negara). Dalam kurikulum SMP 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang berisikan sejarah Indonesia dan Konstitusi termasuk UUD 1945. Sedangkan dalam kurikulum SMA 1968 terdapat mata pelajaran Kewargaan Negara yang berisikan materi, terutama yang berkenaan dengan UUD 1945. Sementara itu dalam Kurikulum SPG 1969 mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara yang isinya terutama berkenaan dengan sejarah Indonesia, konstitusi, pengetahuan kemasyarakatan dan hak asasi manusia (Dept. P&K: 1968a; 1968b; 1968c; 1969). (Winataputra, 2006 : 1). Secara umum mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara membahas tentang nasionalisme, patriotisme, kenegaraan, etika, agama dan kebudayaan (Somantri, 2001:298)
Pada Kurikulum tahun 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila sebagaimana diuraikan dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4. Perubahan ini sejalan dengan missi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973. Mata pelajaran PMP ini merupakan mata pelajaran wajib untuk SD, SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan. Mata pelajaran PMP ini terus dipertahankan baik istilah maupun isinya sampai dengan berlakunya Kurikulum 1984 yang pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 (Depdikbud: 1975 a, b, c dan 1976). Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada masa itu berorientasi pada value inculcation dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97)
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional yang menggariskan adanya muatan kurikulum Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, sebagai bahan kajian wajib kurikulum semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 39), Kurikulum Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 1994 mengakomodasikan misi baru pendidikan tersebut dengan memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, Kurikulum PPKn 1994 mengorganisasikan materi pembelajarannya bukan atas dasar rumusan butir-butir nilai P4, tetapi atas dasar konsep nilai yang disaripatikan dari P4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan menggunakan pendekatan spiral meluas atau spiral of concept development (Taba,1967). Pendekatan ini mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainya untuk setiap jenjang pendidikan dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada masa ini karakteristiknya didominasi oleh proses value incucation dan knowledge dissemination. Hal tersebut dapat lihat dari materi pembelajarannya yang dikembangkan berdasarkan butir-butir setiap sila Pancasila. Tujuan pembelajarannya pun diarahkan untuk menanamkan sikap dan prilaku yang beradasarkan nilai-nilai Pancasila serta untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan untuk memahami, menghayati dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam berprilaku sehari-hari (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97).
Dengan dberlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum berbasis Kompetensi tahun 2004 dimana Pendidikan Kewarganegaraan berubah nama menjadi Kewarganegaraan. Tahun 2006 namanya berubah kembali menjadi Pendidikan Kewarganegaraan, dimana secara substansi tidak terdapat perubahan yang berarti, hanya kewenangan pengembangan kurikulum yang diserahkan pada masing-masing satuan pendidikan, maka kurikulum tahun 2006 ini dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Berbagai perubahan yang dialami dalam pengimplementasian PKn sebagaimana diuraikan diatas menunjukkan telah terjadinya ketidakajekan dalam kerangka berpikir, yang sekaligus mencerminkan telah terjadinya krisis konseptual, yang berdampak pada terjadinya krisis operasional kurikuler.
Secara Konseptual istilah Pendidikan Kewarganegaraan dapat terangkum sebagai berikut :
(a)    Kewarganegaraan (1956)
(b)   Civics (1959)
(c)    Kewarganegaraan (1962)
(d)   Pendidikan Kewarganegaraan (1968)
(e)    Pendidikan Moral Pancasila (1975)
(f)    Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (1994)
(g)   Pendidikan Kewarganegaraan (UU No. 20 Tahun 2003)
Dari penggunaan istilah  tersebut sangat terlihat jelas ketidakajegannya dalam mengorganisir pendidikan kewarganegaraan, yang berakibat pada krisis operasional, dimana terjadinya perubahan konteks dan format pendidikannya. Menurut Kuhn (1970) krisis yang bersifat konseptual tersebut tercermin dalam ketidakajekan konsep atau istilah yang digunakan untuk pelajaran PKn. Krisis operasional tercermin terjadinya perubahan isi dan format buku pelajaran, penataran yang tidak artikulatif, dan fenomena kelas yang belum banyak dari penekanan pada proses kognitif memorisasi fakta dan konsep. Kedua jenis krisis tersebut terjadi karena memang sekolah masih tetap diperlakukan sebagai socio-political institution, dan masih belum efektifnya pelaksanaan metode pembelajaran secara konseptual, karena belum adanya suatu paradigma pendidikan kewarganegaraan yang secara ajeg diterima dan dipakai secara nasional sebagai rujukan konseptual dan operasional.














BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi pendidikan pancasila sendiri merupakan sekumpulan materi didikan dan pengenalan akan pancasila sebagai dasar negara, dan untuk menanamkan ideologi pancasila itu sendiri kepada anak didik.
Sedangkan Landasan Pendidikan Pancasila Memiliki 4 Landasan Yaitu ;  Landasan Historis,Landasan Kulturan,Landasan Yuridis, Dan Landasan Filososi.
Tujuan kita mempelajari Pendidikan Pancasila untuk membangkitkan “daya kritis” mahasiswa atau dosen dalam rangka untuk mencapai kebenaran dan kebaikan yang terdalam.
Pancasila sebangai pandangan hidup bagi bangsa indonesia sangat penting karena dengan menerapkan nilai – nilai luhur pancasila dalam kehidupan sehari-hari maka tata kehidupan yang harmonis diantara masyarakat Indonesia dapat terwujud.
Sedangkan Pancasila sebangai Dasar negara dikarenakan mempunyai nilai–nilai luhur yang terkandung dalam pancasila memiliki sifat obyektif- subyektif.Sifat subyektif maksudnya pancasila merupakan hasil perenungan dan pemikiran bangsa Indonesia, sedangkan bersifat obyektif artinya nilai pancasila sesuai dengan kenyataan dan bersifat universal yang diterima oleh bangsa-bangsa beradab
3.2 Saran
Hendaknya makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pembelajaran dalam hal pengembangan sistem pendidikan bagi pembaca. Dan makalah ini bisa bermanfaat bagi banyak pihak, utamanya bagi penyusun dan pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

10:32 AM 15/9/16
10:40 AM 15/9/16
10:45 AM 15/9/16
10:48 AM 15/9/16
10:53 AM 15/9/16
10:56 AM 15/9/16
Ismaun. (1977). Tinjauan Pancasila Dasar Filsafat Negara RI. Bandung: Edisi ke IV Karya Remaja.
Kaelan. (2002). Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Paradigma.
Notonagoro. (1971). Pancasila Dasar Falsafah Negara Republik Indonesia. Jakarta: Pantjuran Tujuh.
Poespowardoyo, S. (1989). Filsafat Pancasila. Jakarta: Gramedia.
Sogito. (2000). Pancasila Aspek Historis. Semarang.
TIM. (2010). Pendidikan Pancasila. Tondano: Universitas Negeri Manado.
10:59 AM   15/9/16
11:01 AM     15/9/16
http://landasanpancasila.blogspot.com/   11:04 AM   15/9/16
11:08 AM 15/9/16
11:10 AM 15/9/16
11:14 AM 15/9/16
11:20 AM 15/9/16
11:22 AM 15/9/16

Dinamika Perkembangan Kabinet Yang Berlangsung Selama Masa Demokrasi Parlementer 1950-1959

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nyalah tugas yang diberikan oleh Pak Geria dengan makalah yang berjudul “Dinamika Perkembangan Kabinet Yang Berlangsung Selama Masa Demokrasi Parlementer 1950-1959” ini dapat diselesaikan tepat waktu.
            Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian laporan observasi ini. Terutama kepada Pak Geria  yang  telah membimbing dan mengarahkan  penulis dalam pembuatan makalah terutama pada pokok pembahasan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, sangat diharapkan masukan, kritik, serta saran-saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan di kemudian hari.






                                                                                                                        Singaraja , 26 September 2015
           

                                                                                                    Penulis,

PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Demokrasi adalah pemerintahan rakyat, maksudnya pemerintahan memberi kekuasaan dan wewenang kepada rakyat,semua keputusan berdasarkan suara rakyat. Jadi, Demokrasi Indonesia adalah pemerintahan dari semua rakyat Indonesia,oleh rakyat Indonesia dan untuk rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Cara pemerintahan seperti ini menjadi cita-cita semua partai Nasionalis di Indonesia.
Sejak bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 selalu menjadi pertanyaan bagaimana sistem pemerintahan yang tepat dan paling bermanfaat baginya. Indonesia menjadi salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Demokrasi menjadi pilihan bangsa Indonesia sejak awal berdirinya. Perkembangan sistem demokrasi berlangsung sejak tahun 1945 hingga masa sekarang. Berbagai model demokrasi pernah diterapkan di Indonesia dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Perkembangan demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut dari masa kemerdekaan sampai saat ini. Hal ini dibuktikan dengan telah dilaksanakannya beberapa bentuk demokrasi di negara Indonesia. Perkembangan demokrasi di Indonesia dibagi dalam empat periode, yaitu Demokrasi pada Periode 1945–1959, Demokrasi pada Periode 1959–1965 (Era Orde Lama), Demokrasi pada Periode 1966–1998 (Era Orde Baru), Demokrasi pada Periode 1998–sekarang (Era Reformasi)
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana perjalanan demokrasi parlementer yang ada di Indonesia?
2.      Kabinet apa saja yang pernah ada saat demokrasi parlementer?
3.      Apa saja rancangan kerja dari masing-masing kabinet?
4.      Kendala-kendala apa saj yang di hadapi oleh masing-masing kabinet?
1.3 TUJUAN MASALAH
1.      Mengetahui perjalanan demokrasi parlementer yang ada di Indonesia.
2.      Dapat mengetahui kabinet yang pernah ada pada demokrasi parlementer di Indonesia.
3.      Mengetahui rancangan kerja dari masing – masing kabinet.
4.      Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh masing-masing kabinet.















ISI LAPORAN
Dinamika kehidupan kabinet pada masa demokrasi Parlementer (1950-1959)
  • Sejarah Pertumbuhan Demokrasi Di Indonesia
Untuk dapat melihat pelaksanaan demokrasi di Indonesia, sebelumnya perlu dilihat sejarah pertumbuhan Demokrasi Pancasila berdasarkan aspek material dan formal sebagai berikut.
  1. Aspek material, prinsip dasar Demokrasi Pancasila adalah hasil berpikir dan ciptaan manusia Indonesia sebagai bagian integral dari sosial budaya bangsa Indonesia. Pikiran dasar yang berkembang merupakan upaya bersama manusia Indonesia dalam rangka memecahkan berbagai masalah kehidupan yang dihadapinya. Untuk itu, unsur kebersamaan yang dijiwai oleh prinsip kekeluargaan menjadi faktor utama. Dengan demikian, hasil pemecahan masalahnya tetap berada dalam konteks kegotongroyongan dan kebahagiaan hidup bersama pula.
  2. Aspek formal, peristiwa 17 Agustus 1945 selain mendatangkan kehidupan kemerdakaan bagi bangsa Indonesia, juga menghasilkan kehidupan berkonstitusi tertulis/formal. Di dalam konstitusi telah disepakati dan ditetapkan berbagai prinsip hidup bernegara, antaralain tentang hal kedaulatan rakyat, kekuasaan presiden, DPR, kehakiman, MPR, dan sebagainya. Melalui proklamasi, falsafah/ ideologi dengan sistem politik Demokrasi Pancasila ditetapkan secara formal di dalam UUD 1945 yang selanjutnya digunakan dalam perikehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sejarah mencatat bahwa dalam perjalanan bangsa Indonesia setelah ditetapkan UUD 1945, telah terjadi inkonstitusional terhadap hasil kesepakatan sistem politik. Hal ini terbukti dengan banyaknya perubahan pelaksanaan demokrasi di Indonesia selama kurun waktu 50 tahun.

2.1.  Masa Demokrasi Parlementer di Indonesia (1950-1959)
Secara etimologi demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan atau kekuasaan.  Sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Indonesia sendiri mengalami beberapa periodeisasi penerapan demokrasi. Salah satunya pada tahun 1950 yang menerapkan demokrasi liberal.
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950,Negara RI dan Negara bagian lainnya yang sebelumnya terpecah didalam suatu bingkai Negara Federal dipersatukan kembali menjadi sebuah Negara yang berbentuk Kesatuan. Sesuai dengan Undang – Undang Dasar Sementara (UUDS 1950) yang bernafaskan liberal, maka dilaksanakanlah demokrasi liberal di Indonesia. Demokrasi Liberal disebut juga demokrasi konstitusional adalah system politik yang melindungi secara konstitusional hak–hak individu dari kekuasaan pemerintah.  Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang – Undang Dasar Sementara tahun 1950. Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan menteri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana  menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen ( DPR ).
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai-partai politik, karena dalam system kepartaian menganut sistem multi partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal parlementer gaya barat dengan sistem multi partai yang dianut, maka partai-partai inilah yang menjalankan pemerintahan melalui pertimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959. PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun( 1950 -1955 ) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet.

2.2.  Kabinet Indonesia Masa Demokrasi Parlementer ( 1950 – 1959 )
Masa demokrasi liberal banyak partai politik yang ikut berkiprah dalam pemerintahan di Indonesia. Akan tetapi partai – partai terkuat saling mengambil  alih kekuasaan yang mengakibatkan seringnya terjadi pergantian kabinet. Pada masa demokrasi liberal ini terjadi tujuh kali pergantian kabinet, yaitu :
2.2.1        Kabinet Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Kabinet Natsir merupakan kabinet Negara Kesatuan Republik Indonesia pertama setelah  bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dibubarkan. Kabinet Natsir merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh Masyumi. Sedangkan PNI (Partai Nasional Indonesia) yang merupakan partai kedua terbesar saat itu lebih memilih kedudukan sebagai oposisi. PNI menolak ikut serta dalam kabinet, karena merasatidak diberi kedudukan yang sesuai dengan kekuatan yang dimiliknya.
Kabinet ini dipimpin oleh Muhammad Natsir dan mendapat dukungan dari tokoh-tokoh terkenal yang memiliki keahlian dan reputasi tinggi pada kancah politik Indonesia saat itu, diantaranya adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Mr. Asaat, Mr. Moh Roem, Ir. Djuanda dan Dr. Sumitro Djojohadikusumo.
Program kerja kabinet Natsir :
1.      Menggiatkan atau meningkatkan usaha keamanan dan ketentraman.
2.      Menguatkan konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
3.      Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
4.      Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat sebagai fondasi ekonomi nasional.
5.      Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
            Irian Barat pada masa ini merupakan wilayah-wilayah negara Indonesia yang dijadikan boneka bentukan Belanda yang meski telah kembali ke pengakuan negara kesatuan, tetapi wilayah RI belum sepenuhnya utuh karena wilayah Irian Barat masih dikuasai Belanda. Oleh karena itu, pemerintah RI berupaya untuk merebut kembali Irian Barat dari tangan Belanda. Cara yang ditempuh oleh pemerintah RI adalah dengan cara diplomasi, konfrontasi ekonomi, dan militer.
Hasil kerja :
1.      Memetakan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
2.      Masuknya Indonesia menjadi anggota PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
3.      Dilaksanakannya perundingan masalah Irian Barat dengan pihak Belanda.
Kendala / Masalah yang dihadapi :
1.      Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan).
2.      Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, yaitu :
a.        Gerakan DI/TII
Gerakan DI (Darul Islam) dan TII (Tentara Islam Indonesia) yang pada saat itu mempunyai keinginan yang tinggi untuk mewujudkan cita-citanya mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Bahkan cita-citanya ini diwujudkan melalui proklamasi yang dikumandangkan pada tanggal 7 Agustus 1949 di Desa Cisayong, Jawa Barat. Atas cita-citanya ini, gerakan ini banyak melakukan pemberontakan pada masa kabinet Natsir diberbagai wilayah Indonesia, seperti di Jawa Barat,  Sulawesi Sealatan, Aceh, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan

b.       Gerakan Andi Azis
Gerakan ini merupakan pemberontakan Andi Aziz di makassar (Sulawesi Selatan). Andi Aziz adalah kapten perwira Koninklije Nederland Indische Leger (KNIL) yang melakukan pemberontakan disana dengan menyerang APRIS karena menginginkan terbentuknya Negara Indonesia Selatan (NIT).
c.        Gerakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil)
Gerakan ini dipimpin oleh Kapten Raymon Westerling yang merupakan bekas komandan pasukan KNIL bentukan Belanda di Indonesia. Tujuan gerakan ini adalah untuk mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia dan memiliki tentara tersendiri pada negara-negara bagian RIS.
d.       Gerakan RMS (Republik Maluku Selatan)
Gerakan ini dipelopori oleh Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil (mantan jaksa Agung Negara Indonesia Timur). Gerakan ini diawali  dari ketidaksetujuannya atas terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketidaksetujuannya ini dikarenakan adanya penggabungan daerah-daerah negara Indonesia Timur menjadi wilayah kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga ia berusaha melepaskan wilayah Maluku Tengah dar NIT (Negara Indonesia Timur) yang menjadi bagian RIS dan mendirikan RMS (Republik Maluku Selatan). Bahkan, pada tanggal 24 April 1950, Soumokil memproklamasikan berdirinya RMS.
Berakhirnya Kekuasaan Kabinet Natsir  :
Penyebab jatuhnya Kabinet Natsir dikarenakan kegagalan Kabinet ini dalam menyelesaikan masalah Irian Barat, terjadi banyak pemberontakan diberbagai daerah dan adanya mosi tidak percaya dari PNI pada tanggal 22 Januari 1951 menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Kabinet Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden pada tanggal 21 Maret 1951.
Penyebab lainnya adalah seringnya mengeluarkan Undang Undang Darurat yang mendapat kritikan dari partai oposisi.Walaupun demikian terdapat beberapa prestasi yang sempat ditorehkan pada masa kabinet ini seperti di bidang ekonomi, ada Sumitro Plan yang mengubah ekonomi kolonial ke ekonomi nasional,keberhasilan Indonesia masuk PBB serta berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat.
Pergantian Kabinet Natsir ke Kabinet Sukiman :
Setelah kabinet Natsir mengembalikan mandatnya kepada presiden, presiden menunjuk  Sartono (ketua PNI) menjadi formatur. Hampir satu bulan Sartono berusaha membentuk kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi. Namun, usaha tersebut mengalami kegagalan, sehingga ia mengembalikan mandatnya kepada presiden setelah bertugas selama 28 hari (28 Maret-18 April 1951). Presiden kemudian menunjuk Sukiman (Masyumi) dan Djojosukarto (PNI) sebagai formatur. Walaupun mengalami sedikit kesulitan, namun akhirnya mereka berhasil membentuk kabinet koalisi anatar Masyumi dan PNI dan sejumlah partai kecil. Kabinet koalisi itu dipimpin oleh Sukiman dan kemudian dikenal sebagai kabinet Sukiman.

2.2.2        Kabinet Sukiman  (27 April 1951 – 3 April 1952)    
Kabinet Sukiman berdiri setelah Kabinet Natsir dibubarkan dan menyerahkan mandatnya kembali ke presiden. Awalnya presiden menunjuk Sartono (ketua PNI) menjadi formatur. Hampir satu bulan Sartono berusaha membentuk kabinet koalisi antara PNI dengan Masyumi. Nemun terus saja usahanya tersebut mengalami kegagalan, mengingat Sartono merupakan bagian dari PNI saja dan tidak ada dari pihak Masyumi. Sehingga Sartono mengembalikan mandatnya kepada presiden setelah bertugas selama 28 hari (28 Maret – 18 April 1951).
Presiden kemudian menunjuk Sukiman (Masyumi) dan Djojosukarto (PNI) sebagai formatur.  Awalnya kabinet ini banyak mengalami kesulitan namun akhirnya mereka berhasil membentuk kabinet koalisi antar Masyumi dengan PNI dan sejumlah partai kecil.  Kabinet koalisi ini dipimpin oleh Sukiman, sehingga dikenal dengan kabinet Sukiman. Kabinet ini, memiliki 7 pasal yang hampir sama dengan kabinet Natsir, hanya saja beberapa hal mengalami perubahan dalam skala prioritas.
Program Kerja :
1.      Bidang keamanan, menjalankan tindakan-tindakan yang tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
2.      Sosial-ekonomi,mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan memperbaruhi hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani. Juga mempercepat usaha penempatan bekas pejuang di lapangan usaha.
3.      Mempercepat persiapan-persiapan pemilihan umum.
4.      Di bidang politik luar negeri: menjalankan politik luar negri secara bebas-aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
5.      Di bidang hukum, menyiapkan undang-undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh.
 Hasil Kerja :
Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Natsir hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman. Banyak hambatan dalam kabinet Sukiman membuat hasil kerja kabinet ini tidak maksimal.
Kendala / Masalah yang dihadapi      :
1.      Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika.
Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
2.      Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
3.      Masalah Irian barat belum juga teratasi.
4.      Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik, yang menyebabkan keamanan dan ketentraman semakin tidak stabil yang  tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.

Berakhirnya kekuasaan kabinet         :
Kegagalan kabinet Sukiman dianilai dalam penangganan masalah keamanan dalam negeri, memihaknya Indonesia kepada Blok Barat dengan menandatangani Mutual Security Act (MSA) dengan pemerintah Amerika Serikat. Hal ini memicu munculnya pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.

2.2.3 Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
          Setelah kabinet Sukiman berakhir, pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto ( PNI ) dan Prawoto Mangkusasmito ( Masyumi ) menjadi formatur, namun gagal. Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo,sehingga bernama kabinet Wilopo. Kabinet ini mendapat banyak dukungan  dari PNI, Masyumi, PSI.
Program :
1.      Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD). Program untuk menyelenggarakan pemilu ini merupakan program yang diutumakan dalam kabinet ini.
2.      Meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan taraf pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan rakyat.
3.      Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta konsisten menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
 Hasil :
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
1.    Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat. Penerimaan negara menjadi menurun. Dengan keadaan ekonomi yang semikin silit dan upaya pembentukan militer yang memenuhi standart profesional, maka anggota militer yang tidak memnuhi syarat (berpendidikan rendah) perlu dikemablikan kepada masyarakat. Hal ini tentu menimbulkan protes dikalangan militer. Kalangan  yang terdesak dipimpin oleh Kolonel Bambang Sugeng menghadap presiden dan mengajukan petisi penggantian KSAD Kolonel A.H. Nasution. Hal ini menimbulkan kericuhan dikalagan militer dan menjurus kearah kericuhan.
2.      Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih setelah terjadi penurunan hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras.
3.      Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.
4.      Munculnya sentimen kedaerahan akibat ketidakpuasan terhadap pemerintahan.
5.      Terjadi Peristiwa 17 Oktober 1952. Adanya konflik ditubuh angkatan darat yang diawali dari upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Sugeng sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanan di Sulawesi Selatan. Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Peristiwa 17 Oktober 1952 adalah peristiwa demonstrasi rakyat terhadap presiden yang menuntuk untuk pembubaran parlemen serta meminta presiden memimpin langsung pemerintahan samapai diselenggarakannya pemilu. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution juga menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak dengan alasan bahwa presiden tidak mau m,enjadi dikatator, tetepi khawatir juga apabila tuntutan tentara dipenuhi presiden akan ditunggangi mereka.
Dalam perkembangan selanjutnya muncul golongan yang anti peristiwa 17 Oktober 1952 dari Angkatan Dart sendiri. Menteri Pertahanan, Sekertaris Jendral Ali Budihardjo dan sejumlah perwira yang merasa bertanggung jawab atas peristiwa 17 Oktober 1952 diantaranya KSAP T.B. Simatupang dan KSAD A.H. Nasution mengundurkan diri dari jabatanya. Kedudukan Nasution kemudian digantikan oleh Bambang Sugeng. Walaupun peristiwa 17 Oktobert 1952 tidak menyebabkan jatuhnya kabinet Wilopo, tetapi peristiwa ini mengakibatkan menurunnya kepercayaan masdyarakat terahadap pemerintah.
6.      Munculnya Peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Perkebunan tersebut adalah perkebunan milik orang asing, yaitu perkebunan kelapa sawit, teh, dan tembakau. Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan mengembalikan lahan perkebunan mereka kembalai serta memiliki tanah-tanah perkebunan.
Pemerintah menyetujui tuntutan dari pengusaha asing ini dengan alasan akan menghasilkan devisa dan akan menarik modal asing lainnya msuk ke Indonesia. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI.  Para petanipun melakukan protes kepada polisi dan disambut oleh tembakan polisi sehingga jatuh korban dikalangan rakyat.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Peristwa Tanjung Morawa ini dijadikan sarana oleh kelompok yang antikabinet dan pihak oposisi lainnya untuk mencela pemerintah. Akibatnya Kabinet wilopo mengembalikan mandatnya kepada presiden pada tanggal 2 Juni 1953 tanpa menunggu mosi itu diterima oleh parlemen.

2.2.4        Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Dua bulan setelah Kabinet Wilopo mundur, terbentuk kabinet barau yaitu Kabinet Ali Satroamijoyo (PNI) sebagai Perdana Menterinya.Kabinet ini merupakan kabinet terakhir sebelum Pemilihan Umum I ,kabinet ini sering disebut Kabinet Ali-Wongso atau Kabinet Ali-Wongso-Arifin. Dalam kabinet ini Masyumi sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen tidak turut serta dan sebagai penggantinya Nahdatul Ulama (NU) muncul sebagai kekuatan politik baru. Sehingga, kabinet Ali Sastroamijoyo ini merupakan gabungan dari PNI dan NU.
Program  Kerja :
1.      Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
2.      Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3.      Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
4.      Penyelesaian Pertikaian politik
Hasil Kerja  :
1.      Disusunnya kerangka panitia pelaksanaan pemilu.
2.      Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955.
3.      Suksesnya Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
Kendala/ Masalah yang dihadapi            :
1.      Masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Di Aceh, kabinet Ali mendapat kesulitan dari Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) pimpinan Daud Beureueh yang menuntut Aceh sebagai provinsi dan meminta perhatian penuh atas pembangunan daerah. Daud Beureueh menilai bahwa tuntutan itu diabaikan, ia menyatakan Aceh akan menjadi bagian dari NII (Negara Islam Indonesia) buatan Kartosuwiryo (September 1953). Usaha meningkatkan kemakmuran mengalami kegagalan karena inflasi dan korupsi yang meningkat.
2.      Terjadi Peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Pengunduran Bambang Sugeng  dikarenakan tugasnya sebagai KSAD dinilai terlalu berat. Sebagai gantinya menteri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru.
3.      Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.
4.      Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah akibat banyaknya masalah-masalah yang belum dapat diselesaikan.Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya.
Berakhirnya kekuasaan kabinet   :
Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkan NU memutuskan untuk menarik dukungan kepada pemerintah dan menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya. Adanya hal ini memaksa Ali Sastroamijoyo harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 24 Juli 1955.

2.2.5        Kabinet Burhanuddin Harahap  (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Kabinet Ali digantikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap bertugas pada periode 12 Agustus 1955- 24 Maret 1956. Kabinet ini demosioner pada 1 Maret 1956 seiringan dengan diumumkannya hasil pemilihan umum pertama Indonesia. Kabinet ini dipimpin oleh Burhanudin Harahap dari Masyumi.
Program Kerja   :
1.      Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
2.      Melaksanakan pemilihan umum secara baik, maksimal, dan secepat mungkin menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru.
3.      Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi.
4.      Perjuangan pengembalian Irian Barat.
5.      Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil  Kerja  :
1.      Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI. Setelah hasil pemungutan suara diumumkan dan pembagian kursi di DPR diumumkan, maka tanggal 2 Maret 1956, Kabinet Burhanuddin Harahap mengundurkan diri, menyerahkan mandatnya kepada Presiden, untuk dibentuk kabinet baru berdasarkan hasil pemilihan umum. Setelah itu kabinet Burhanudin meletakkan jabatan dan kemudian dibentuk kabinet baru yang sesuai dengan hasil pemilihan umum.
2.      Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
3.      Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer, salah satunya adalah menangkap Mr. Djody Gondokusumo atas kasus korupsi di Departemen Kehakiman.
4.      Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
5.      Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat kembali Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.

Kendala / Masalah yang dihadapi   :
Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan yang dianggap menimbulkan ketidaktenangan. Serta banyaknya perseteruan antara para pemenang pemilu yang menyebabkan sidang parlemen yang menjadi Deadlock.
Berakhirnya kekuasaan kabinet      :
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet, sehingga kabinet pun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
Sebenarnya kabinet ini seandainya terus bekerja tidak apa-apa selagi tidak ada mosi tidak percaya dari parlemen. Tetapi secara Etika politik demokrasi parlementer, kabinet ini dengan sukarela menyerahkan mandatnya, setelah berhasil melaksanakan Pemilu baik untuk anggota DPR maupun konstituante.

2.2.6        Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Kabinet Ali Sastroamidjojo II, sering pula disebut Kabinet Ali-Roem-Idham, bertugas pada periode 24 Maret 1956 – 14 Maret 1957. Kabinet Ali kembali diserahi mandat pada tanggal 20 Maret 1956 yang merupakan koalisi antara PNI, Masyumi, dan NU. Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Program Kerja  :               
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut.
1.      Perjuangan pengembalian Irian Barat ke Indonesia.
2.      Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
3.      Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai serta menyehatkan dan menyeimbangkan anggaran belanja dan keuangan negara.
4.      Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5.      Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain itu program pokoknya adalah,
1.      Pembatalan KMB, pada tanggal 3 Mei 1956 untuk memperbaiki masalah ekonomi yang mengalami kesulitan, disusul oleh munculnya gerakan separatisme yang dikenal dengan PRRI/Permesta.
2.      Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif,
3.      Melaksanakan keputusan KAA.
Hasil Kerja :
Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB, beralihnya perusahaan Belanda  menjadi milik Tionghoa (Cina), kepentingan Belanda diperlakukan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Kendala/ Masalah yang dihadapi  :
1.        Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat yang tidak senang melihat kedudukan istimewa golongan ini dalam perdagangan. Sehingga perkelahian dan pengrusakan terjadi di beberapa kota.
2.        Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme.  Pergolakan daerah itu mendapat dukungan dari beberapa panglima TNI-AD, mereka merebut kekuasaan di daerah dengan cara membentuk dewan militer, seperti Dewan Banteng di Sumatera Barat pada tanggal 20 Desember 1956, Dewan Gajah di Sumatera Utara pada tanggal 22 Desember 1956. Dewan Garuda di Sumatera Selatan dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
3.        Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.
4.        Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya kepada presiden sesuai dengan tuntutan daerah. Sedangkan Ali Sastroamijoyo berpendapat bahwa kabinet tidak wajib mengembalikan mandatnya hanya karena tuntutan daerah. Kemudian, tidak terima akan hal ini, pada bulan  Januari 1957  Masyumi menarik semua  menterinya dari kabinet Ali Sastroamijoyo II. Peristiwa itu sangat melemahkan kedudukan Ali Sastroamijoyo sehingga pada pada tanggal 14 Maret 1957, Ali Satroamijoyo akhirnya menyerahkan mandatnya kepada presiden.
Berakhirnya kekuasaan kabinet  :
Banyaknya kendala-kendala dalam tubuh Kabinet Ali Sastroamijoyo II dan adanya pertentangan antara PNI dan Mayumi yang membuat Masyumi menarik para menteri-mentrinya untuk keluar dari Kabinet, membuat Ali Sastroamijoyo menjadi lemah kedudukannya. Ditambah dengan banyaknya kedaaan yang sangat kacau dalam negara, membuat Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya kepada presiden.
Karena situasi negara yang kacau akibat terjadinya gerakan separatisme, konflik dalam konstituante, maka presiden menyatakan negara dalam keadaan bahaya (14 Maret 1957). Untuk mengatasi keadaan ini Presiden mengumumkan berlakunya undang-undang SOB (negara dalam keadaan bahaya) dan angkatan perang mendapat wewenang khusus untuk mengamankan negara di seluruh Indonesia. Pertentangan politik makin meluas, sehinggapembentukan kabinet baru semakin bertambah sulit. Sementara itu partai-partai masih tetap menempuh cara tawar-menawar kedudukan dalam bentuk kabinet baru.
Akhirnya atas dasar keadaan draurat itu, presiden menunjuk dirinya sendiri menjadi pembentuk kabinet. Presiden membentuk kabinet baru yang disebut Kabinet Karya dan menunjuk Ir. Djuanda sebagai Perdana Menteri.

2.2.7        Kabinet Djuanda ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet Karya atau Kabinet Djuanda ini resmi dilantik pada tanggal 8 April 1957 dalam situasi negara yang sangat memprihatinkan.
Kabinet ini merupakan zaken kabinet (kabinet kerja) yaitu kabinet yang tidak berdasarkan atas dukungan dari perlemen karena kondisi negara yang dalam keadaan darurat, tetapi lebih berdasarkan pada keahlian yaitu terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Kabinet ini dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik.
Dibawah pimpinan Perdana Menteri Ir. Djuanda, terdapat tiga orang wakil Perdana Menteri, yaitu Hardi, Idham Chalid, dan Leimana. Tugas dari kabinet ini sangatlah berat terutama menghadapi pegolakan-pergolakan yang terjadi diberbagai daerah, perjuangan mengembalikan Irian Barat kedalam wilayah Indonesia  dan mengatasi masalah ekonomi serta keuangan ekonomi yang sangat buruk.

Program Kerja :
Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :
1.      Membentuk Dewan Nasional dan menampung atau menyalurkan aspirasi dari kekuatan-kekuatan nonpartai yang ada di masyarakat.
2.      Normalisasi keadaan Republik Indonesia.
3.      Melancarkan pelaksanaan pembatalan persetujuan KMB.
4.      Perjuangan pengembalian Irian Barat.Mempergiat dan mempercepat proses Pembangunan
Semua program itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan-pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.
Hasil Kerja :
1.        Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat. Melalui deklarasi Djuanda  yang berhasil menetapkan lebar wilayah Indonesia menjadi 12 mil laut diukur dari garis dasar yang menghubungkan titik-titik terluar dari Pulau Indonesia.  Apabila ini diberlakukan, maka wilayah Indonesia akan terdapat laut bebas seperti Laut Jawa, Laut Flores, dan lain sebagainya.
2.        Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
3.        Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) pada tanggal 14 September 1957  untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI dengan tujuan agar dapat menormalisasi keamanan negara.
4.        Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
5.        Pembersihan pejabat-pejabat yang melakukan korupsi.

Kendala/ Masalah yang dihadapi  :
1.      Kegagalan menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
Peristiwa pemberontakan PRRI ini dimulai ketika ketua Dewan Banteng pada tanggal 10 Februari 1958 mengeluarkan  ultimatum kepada pemerintah pusat yntuk membubarkan kabinet Djuanda. Kemudian, ditanggapi oleh  oleh ketua parlemen Sartono  dan dengan tegas memcat  secara tidak terhormat  Achmad Husein, dkk. Setelah pemecatan ini, pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Husein memproklamasikan  “Pemerintahan Revolusioner Rebublik Indonesia” (PRRI) dengan Syariffudin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri.menanggapi ini, pemerintah KSAD melakukan usaha musyawarah untuk tidak mendirikan republik didalam negara republik juga untuk memulihkan keamanan negara. Namun, usaha musyawarah tidak berhasil, sehingga KSAD melancarkan operasi militer. Operasi ini merupakan operasi gabungan AD, AL, dan AU. Perlahan-lahan, beberapa kota berhasil dikuasai KSAD seperti Padang, Riau, dan kota-kota lainpun dapat dikuasai dengan singkat.
2.      Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
3.      Terjadi Peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.
4.      Munculnya Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia pada tanggal 10 Februari 1958, yang diketuai oleh Ahmad Husein dan Sumitro Djojohadikusumo. Bersamaan dengan berdirinya gerakan ini, mereka mengirimkan ultimatum kepada pemerintah yang berisi tuntutan pembubaran Kbinet Karya dan pembentukan Kkabinet baru yang dipimpinj oleh Moh. Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Selain itu, presiden diminta bertindak secara konstitusional agar tuntutan itu dipenuhi dalam waktu 5 x 24 jam.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
Namun,kabinet ini juga sempat dihadapkan pada situasi yang sulit ketika mengalami kegagalan dalam menghadapi pergolakan di di daerah yang semakin meningkat,sehingga menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta, keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan,sehingga mengakibatkan krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya. Sampai pada akhirnya terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-putrinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.
Pada tanggal 10 Februari 1958, Ketua Dewan Banteng mengeluarkan ultimatum agar Kabinet Djuanda dibubarkan dalam waktu lima kali 24 jam. Presiden ternyata tidak menghiraukan hal ini sehingga akhirnya Dewan Banteng memproklamasikan berdirinya “Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia” (PRRI) dengan Syarifudin Prawiranegara sebagai perdana menteri. Begitu pula di Sulawesi dibentuk pemerintahan sendiri yaitu Permesta. Hal itu membuat situasi negara semakin mengkhawatirkan.Pada tanggal 22 April 1959 dihadapan Konstituante, Presiden Soekarno berpidato yang isinya menganjurkan untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945.Anjuran Presiden tersebut diberikan kepada Konstituante selama kurang lebih tiga tahun berdebat tanpa berhasil merumuskan Undang-Undang Dasar. Juga mengenai anjuran presiden tersebut. Konstituante tidak berhasil memberikan kata putus dan demikian kuatlah kesan bahwa partai-partai politik sebagai keseluruhan tidak mampu untuk menembus jalan buntu dengan cara-cara parlementer. Kabinet inipun akhirnya menjadi demisioner ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sehingga dimulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.

















DAFTAR PUSTAKA

Ø  Buku Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kurikulum 2013.
Ø  Buku Ajar Sejarah Indonesia untuk SMA/MA/SMK/MAK sesuai dengan Kurikulum 2013.
Ø  Buku Advance Learning History 2 karya Nana Supriatna.
















PENUTUP
A.      SIMPULAN
Demokrasi dalam Pancasila yang diterapkan di Indonesia merupakan jalan dan sarana penting untuk mencapai Tujuan Bangsa, yaitu Masyarakat yang maju, adil dan sejahtera. Itu hanya terwujud kalau kehidupan bangsa diliputi Dinamika dan Kreativitasi yang tinggi.
Pelaksanaan Demokrasi Liberal di Indonesia tidak berjalan mulus. Peran kabinet di dominasi oleh parlemen. Peranan partai pada waktu itu juga sangat kuat, sehingga sering terjadi benturan. Benturan-benturan ini mengakibatkan munculnya mosi tidak percaya yang mengakibatkan runtuhnya kabinet – cabinet yang telah dibentuk. Akibatnya, terjadi fase insibilitas (tidak ada stabilitas) dalam bidang politik pemerintahan. Adapun kabinet-kabinet yang pernah memimpin pemerintahan dalam kurun waktu 1950-1959 adalah sebagai berikut :
-          Kabinet Natsir (6 September 1950 - 21 Maret 1951).
-          Kabinet Sukiman (27 April 1951 - 3 April 1952).
-           Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953).
-          Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955).
-          Kabinet Burhanudin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956).
-          Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 14 Maret 1957).
-          Kabinet Karya atau Kabinet Djuanda (9 April 1957 – 10 Juli 1959).
B.      SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca dan yang membutuhkannya, apabila ada kekurangan dari isi makalah penulis berharap ada kritik dan masukan sehingga makalah ini bisa menjadi lebih sempurna dari yang sebelumnya. Setelah membaca atau mendengarkan makalah ini diharapkan kepada pembaca/ pendengar mampu memahami pelaksanaan demokrasi yang ada di Indonesia . Sehingga mampumenjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga negara Indonesia.


Terima kasih atas kunjungannya☺